Powered by Blogger.

Pages

  • Home
  • About
  • Instagram
  • Adventure of a Loafing Brat
  • Gallery
  • Fashion
  • Poems
  • Stories

Chaos /ˈkāˌäs/

    • Home
    • Daily Chaos
    • Adventure of A Loafing Brat
    • Gallery
    • Fashion
    • Poems
    • Stories

    Prolog


    Hujan adalah nyanyian alam paling indah. Setidaknya untuk gadis yang termangu di balik jendela itu. Manik matanya mengikuti bulir air yang mengalir turun di kaca jendela. Sayup musik terdengar dari radio di ujung ruangan. Masih kurang secangkir coklat panas untuk melengkapi harinya.

    Ting!

    Bunyi notifikasi dari telepon genggamnya, tanda seseorang mengiriminya pesan singkat. Tak ia hiraukan. Ia terlalu sibuk memandangi indahnya hujan.

    Ting!
    Ting!
    Ting!
    Ting!

    Telepon genggamnya lantas bergetar. Siapapun yang mengiriminya pesan tadi kini sudah hilang kesabaran dan akhirnya memutuskan untuk langsung menelfon si gadis yang masih menatap keluar jendela.

    "Halo," suara lembut gadis itu mengisi ruangan. Volume radio ia kecilkan.

    "Masih dirumah, besides it's raining," sambungnya.

    "No, there are going to be so many people there, so no."

    "You know how much I hate the crowds," dalihnya.

    "Okay, bye," gadis itu memutuskan sambungan telepon, menatap layar ponsel yang memantulkan bayangannya. Bayangan gadis 18 tahun dengan rambut sebahu dan mata yang membulat besar. Dipalingkannya pandangan kembali ke jendela. Hujan hampir berhenti. Kini rintiknya tidak sederas tadi.


    ***

    Writer's note:
    Okaaayyyy, setelah pergelutan panjang dalam pikiran, akhirnya saya memutuskan untuk kembali menelurkan cerita. Gak tahu sih akan berakhir seperti apa, entah akan selesai atau berakhir terbengkalai seperti cerita-cerita terdahulu, untuk sekarang, let's just go with the flow. ehehe.
    Continue Reading

    Ia menatap murung monitor laptopnya. Gagal lagi, entah sudah berapa puluh kegagalan yang ia tuai, rasanya ia sudah muak.
    Sejak kecil ia memang senang membaca, hobinya inilah yang menggerakkanya untuk mulai menulis. Saat kecil tulisannya selalu menuai pujian ibunya, tetapi sampai sekarang belum pernah ia memenangkan lomba menulis. Entahlah, mungkin ia memang tidak berbakat. Mungkin selama ini ibunya berdusta, mungkin cerpen buatannya memang tidak sebagus itu.
    “Kenapa kak?” tanya adiknya yang tak kuasa menahan rasa ingin tahu, melihat raut suram kakaknya yang seolah menguarkan aura gelap, kontras dengan terangnya layar laptop.
    Karin hanya menggeleng. Bisa habis ia nanti, adik usilnya itu selalu menggodanya setiap kali ada kesempatan. Ia kemudian mematikan laptopnya lalu dengan langkah gontai menyeret kakinya ke kamar. Ia ingin sendiri. Tak dihiraukannya suara sang ibu yang menyuruhnya makan.
    *
    Sudah tiga hari ini Finza heran melihat tingkah laku Karin, sahabatnya. Karin selalu terlihat murung, mukanya datar tanpa ekspresi, terkadang bahkan Finza mendapati sahabatnya ini sedang melamun.
    “Karin?” Finza memanggil Karin, tangan kirinya menepuk pelan bahu Karin, tangan yang lainnya menggenggam sebuah majalah remaja. Karin tetap tak bergeming, terlalu asyik melamun rupanya. Finza menepuk bahu Karin lagi, kali ini lebih kencang.
    “Eh?” Karin terkejut, “kenapa?”
    “Kamu yang kenapa? Seneng banget ngelamun,” Finza mendelik sebal, “nih, kamu coba deh masukin tulisan kamu ke majalah, honornya lumayan.”
    “Duh, gimana ya… Kayaknya aku mau berhenti nulis, aku udah muak, setiap ikut lomba nulis pasti gagal, capek,” tuturnya sedih.
    “Ya ampun, emang kamu udah berapa kali ngirim tulisan kamu?”
    “Hmmm…” Karin terlihat berpikir, ia menghitung dalam hati, satu…dua…tiga.. “Dua puluh delapan kali,” jawabnya.
    “Jadi hanya karena kamu gagal 28 kali, kamu mau menyerah gitu aja? Aku pikir kamu ga sedangkal itu. Kamu tahu? Berapa kali Thomas Alva Edison gagal ketika coba menemukan bola lampu pijar? 10083 kali! Dan kamu? Hanya karena kamu gagal 28 kali kamu mau menyerah?”
    “Setiap orang itu beda Sa! Aku bukan Thomas Alva Edison yang gak masalah gagal berkali-kali, aku udah capek!” Ujar Karin kemudian berlalu, ia malas berdebat. Ia ingin sendiri.
    *
    Sebulan sudah Karin dan Finza melakukan aksi mogok bicara satu-sama lain, mereka berdua mempertahankan egonya masing-masing. Karin yang masih murung karena tidak pernah menang lomba cerpen dan Finza yang jengkel karena merasa Karin masih kurang berusaha dan terlalu cepat menyerah.
    “Ka Kariiiiinnnn,” seru adiknya heboh, padahal ia baru sampai rumah, tes lari tadi mengerahkan hampir seluruh tenaganya, belum lagi belakangan ini ia memang banyak pikiran.
    “Apa sih?! Berisik!” serunya marah.
    “Kenapa sih ka? Sensi amat,” ledek adiknya, “eh, selamat ya kaaaaa.”
    Karin masih dikuasai emosi, dengan langkah tegap ia masuk kamar dan melempar tasnya. Ia membenamkan dirinya di kasur. Menangis…..
    “Lho, kakak kenapa?”
    Karin menggeleng lemah sambil masih membenamkan kepalanya di bantal, air matanya tak mau berhenti menetes. Setelah 10 menit menangis, baru ia bersuara.
    “Aku capek dek, aku gamau nulis lagi,” katanya memulai cerita, ia menceritakan semuanya mulai dari kegagalannya, Thomas Alva Edison dan pertengkarannya dengan Finza, ajaibnya sang adik yang selama ini selalu menggodanya, kini diam mendengarkan.
    “Jadi kakak mau berhenti nulis?” tanya adiknya, diiringi anggukan Karin, “serius?”
    “Iya, aku serius,” Karin menekankan.
    “Tapi kenapa tulisan kakak ada di majalah?” adiknya menyodorkan majalah yang sedari tadi dipegangnya.
    Karin segera merebutnya, ia melongo. ‘Karin Aulia’, tercetak jelas di bawah judul cerpennya. Cerpennya di muat! Tapi tunggu, ia tidak ingat pernah mengirimkan cerpennya. Sepotong nama terbersit di pikirannya. Finza!
    Dengan tergesa Karin mengambil ponselnya, menghubungi Finza. Ketika panggilannya tersambung suara di sebrang sana menyambutnya.
    “Jadi, berhenti nulis?”

    ***

    BTW
    Cerpen ini gue tulis entah berapa tahun lalu, pas masih SMA. Ceritanya gue bikin untuk melengkapi tugas bahasa indonesia saat itu. Eh ketemu lagi hari ini, 12 November 2017, setelah gue baca, ternyata oke juga. Hehehehe
    Continue Reading
    she knows already;
    what's inside her head
    was too good to be true
    she still wants to believe anyway

    and so she hurt

    isn't it her fault?
    Continue Reading
    Hallo,

    Gue lagi dalam masa sibuk-sibuknya, since ini minggu ujian. Tapiii... gue menyempatkan diri mampir ke blogger untuk mengisi blog yang entah ada atau tidak pembacanya ini.

    Kenapa?
    Just because. Pengen aja gitu.

    Halah, sebenernya alasan aja, lagi bosen buka buku. ehehe.

    Yaudah deh, sampai sini aja perjumpaan kita. Sampai jumpa di post berikutnya!
    Bye.
    Continue Reading
    Kalau kemarin gue terperangah sama sikap manusia yang selalu bikin geleng-geleng kepala. Di blog entry kali ini gue mau menceritakan hal lain yang bertolak belakang.

    Bukan kok. Bukan invasi alien ke bumi.

    Jadi setiap Jum'at, seperti biasa setelah 5 hari full kuliah, gue pulang ke rumah orang tua naik kereta. Gue naik kereta dengan tujuan akhir stasiun bogor.

    Gue berangkat dari kosan di kawasan Ciputat jam 4 kurang naik ojek online, dan tahu lah ya dengan kemacetan Jakarta gue sampai stasiun kurang lebih jam 5, which is, jam-jam pulang kantor, yang menyebabkan kereta super penuh!

    Gue sengaja naik ke gerbong biasa, gak gerbong khusus wanita, karena di gerbong biasa para manusia cenderung lebih manusiawi ((yaiyalah mereka manusia wkwk)). Gue masuk dan cari posisi nyaman deh tuh, gue berdiri deket ibu-ibu yang usianya kira-kira 60an((walaupun berdiri tuh ga ada nyaman-nyamannya)).

    Ketika sampai Stasiun Pondok Cina, masuk lah tuh segerombolan lagi manusia, diantaranya ada seorang ibu-ibu paruh baya bawa anaknya yang masih kecil.

    Nah disini cerita di mulai.

    Dari semua manusia yang dapet tempat untuk duduk, ada seorang mbak-mbak dengan rambut diikat satu dan jaket olahraga berdiri dan menawarkan tempat duduk ke ibu-ibu itu. Disitu gue salut banget sama dia.

    Si mbak-mbak iket satu itu akhirnya berdiri di samping gue.

    Sampai stasiun depok baru, ibu-ibu yang duduk di dekat gue mau turun tuh kayanya. Nah tapi tas yang di taruh di bawah kursi jatuh alhasil dia kesulitan untuk narik tali jinjingan tas tersebut. Gue yang saat itu ngantuk-ngantuk gak sadar kalo si ibu kesulitan (dan kalaupun gue sadar, gue pasti terlalu malu untuk bantuin si ibu (bukan malu karena diliatin bantuin, but because it require social interaction, and if you know me that well you'll know that i am indeed very bad at social interaction)), nah tapi si mbak-mbak iket satu tadi berjongkok dan bantuin si ibu benerin posisi si tas.

    Last thing, ketika sampai di stasiun cilebut, ibu-ibu dengan anak yang tadi gue ceritain naik dari stasiun Pondok Cina bersiap mau turun, nah ibu-ibu itu otomatis ngasih tempat duduknya buat si mbak-mbak iket satu dong, tapi tau apa?

    Si mbak-mbak iket satu nanya gue "kamu mau duduk ga? Aku udah mau turun".

    Gue yang agak-agak budek dan lola karena ngantuk, bingung dan nanya, "kenapa ka?"

    Terus dia ulang lagi pertanyaan dia "kamu mau duduk ga? Aku udah mau turun".

    Disitu gue bersyukur banget, bisa ketemu sama orang baik, ternyata di dunia yang kejam ini masih ada orang semacam mbak-mbak ikat satu itu.

    Whoever you are mbak-mbak iket satu. Terima kasih.

    P.s. meskipun saat itu dia ga nawarin tempat duduk ke gue. Gue masih akan tetap salut sama mbak-mbak iket satu itu.




    Continue Reading

    Didunia kita sekarang ini, semua ada masanya.
    Ada kala dimana kita bersenang-senang diatas.
    Ada kalanya kita jatuh dan menangis dibawah.
    Ada masa dimana kita ingin menyumpah, merunut semua kata kasar dan mengeluarkannya.
    Namun apa gunanya itu semua?
    Menyumpah tak akan memberikan efek apa-apa.
    Mungkin hanya kelegaan sementara, yang lama-lama akan memudar jua.
    Sudahlah. Syukuri saja.

    ***
    Jakarta, 24 Januari 2017
    Ditulis dalam keadaan ingin berkata kasar.




    Continue Reading
    Akhir minggu, minggu ke-tiga bulan September gue dapat kesempatan ke Palu, sebuah kota di Sulawesi Tengah. Bukan untuk liburan, melainkan untuk ikut kegiatan mahasiswa disana–sekalian sih.

    Keadaan di Palu kontras sama apa yang sehari-hari gue lihat di Jakarta. Palu sepi, kendaraan yang lalu-lalang di jalan gak sepadat Jakarta, bahkan gak sebanyak kendaraan di Sukabumi, kota tempat gue tumbuh. Terlihat banget penyebaran penduduk di Indonesia yang bener-bener gak merata.

    Engga, gue saat ini bukan mau ngomongin persebaran penduduk Indonesia kok, kali ini gue bener-bener pure mau ceritain pengalaman gue.

    Acara di Palu sebenarnya dimulai hari Kamis, 21 September 2017, tapi karena terbentur jadwal akademik, gue dan dua teman gue memutuskan untuk berangkat hari Jum'at sore dan sampai di Palu malamnya. Dan emang dasar gue dan dua teman gue mageran, bukannya langsung ikut acara kita bertiga malah beli makan dulu dan setelah check in langsung terlelap.

    Di Palu gue ketemu sama banyak orang-orang hebat. Gue gak sempet kenalan sama semua delegasi yang ikut acara sih, fyi I'm bad at remembering names─mereka baru menyebutkan nama, kemudian gue langsung lupa (but don't worry, I'm pretty good at recognizing faces), tapi dari beberapa diskusi yang terjadi gue tahu mereka orang hebat.

    Banyak pengalaman yang bisa gue petik dari sana, juga ada beberapa kenalan baru (walaupun gue lupa nama-nama mereka─tapi, apakah arti sebuah nama, iya gak?)


















    Continue Reading
    She smiles and wave one more time. No one knows her messy thought. Her brain. What lies inside her mind. The dark side of her.

    She goes to the bathroom, washes her face and stunned infront of the mirror. She looks at her reflection. She's a complete mess. And she had enough.

    Without changing her clothes she throws herself to the bed. She feels like she had enough, and soon she fell asleep.

    The next morning she groan. She puts her cereal to the ceramic bowl and decided to pour a huge amount of milk there. Except, she runs out of milk. She had enough.

    She goes to the bathroom and take a quick shower. She washes her face and brushes her teeth.

    She opens the closet and picks up a dress. She walks to the mirror and puts on her make up.

    She pushes all her fear and flaw away, she puts aside her doubt and her tired face. She opens the front door and smile.

    And when she got home later that night, she feels like she had enough.

    ***

    Ditulis ditengah kegelisahan dan kekalutan, dibulan Juli 2017.
    (Baru nemu di notes)
    Continue Reading
    I'm not really into fashion, or am I? 

    I mean I like to see those models in the magazines, those cute girl with cute clothes on instagram, but I don't follow trend. I just wear what's comfy and I feel great in.

    I actually always wanted to have a cute fashion blog, but I always feel like I know nothing about fashion. Moreover I don't know how to pose. I feel awkward in front of camera, and I end up having a plenty of awkward photos. ((Sobbing))

    These photos that I share are the 'nearly good one'. I wish I will keep improving. Wml!












    Continue Reading


    Hari ini gue dibuat terperangah akan tingkah laku manusia yang kian lama kian bikin geleng-geleng kepala.

    Gue gak menyangkal sih, kalau aspek pertama yang dilihat manusia pada diri manusia lain pasti fisiknya. Walaupun ada peribahasa 'don't judge a book by its cover' tapi tetep aja tampilan itu adalah hal pertama yang manusia lihat. Dan jujur sampai tulisan ini dibuat pun gue tidak menampik kalau gue salah satu dari mereka yang kalau pertama kali ketemu orang, yang gue lihat fisiknya dulu.

    Tapi apakah hal tersebut bisa menjadi pembenaran untuk menjadikan fisik seseorang sebagai bahan obrolan dan bahan untuk ngerumpi?

    Kayak misalnya "eh si A gendut banget masa, lo liat gak sih dia kemaren tangannya gede banget gitu," atau "masa alisnya si B aneh banget, buntung gitu," atau "geng, si C jidatnya lebar banget gak sih?"

    Lyk, please...

    Gak ada bahan obrolan yang lebih berbobot apa? Kaya misalnya genosida muslim rohingya, atau uji coba nuklir yang dilakukan korea utara, atau topik lain apa kek yang lebih 'faedah'.

    Punya pikiran atau menjudge orang dari fisiknya aja udah salah, apalagi jadiin hal tersebut jadi bahan obrolan. Tolong dong mbak-mbak, mas-mas, hal tersebut tuh gak pantas.

    Dan tau gak apa lagi yang lebih parah? 

    Menjadikan kekurangan-kekurangan mereka sebagai bahan candaan.

    "ah dianya santai aja kok, malah ketawa bareng kita. lo kok sok menggurui banget gitu sih cha?"

    Itu kan yang lo liat, emangnya lo bisa liat hatinya dia? Gimana kalau sebenernya dia menyimpan kegetiran dibalik tawanya, atau tiap malem dia nangis karena jidat lebarnya, karena fisiknya yang lo jadikan bahan candaan. Padahal tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

    لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
      "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Q.S At-Tin [95:4]

    ***

    Siapapun kalian, yang baca blog gue, tulisan ini merupakan hasil renungan gue dalam rangka memperbaiki diri. A small reminder to myself. Semoga tulisan ini juga bisa dijadikan bahan renungan untuk memperbaiki diri bagi kalian yang baca.

    Bukannya gue mau sok menggurui atau apa, tapi gue sekedar mengingatkan utamanya untuk diri gue, bagus kalau bisa bikin orang lain sadar juga, karena jujur gue lelah sama dunia yang gini-gini amat, sama kelakuan manusia yang bikin geleng-geleng kepala.
    Continue Reading
    Selama ini, gue sombong banget ya? Jarang banget bersyukur sama keadaan gue yang Alhamdulillah, sangat amat berkecukupan.

    Beberapa waktu lalu gue duduk berdua di depan tv sama nyokap, beliau minta gue cari berita, akhirnya gue setel tuh tv ke channel yang lagi nayangin berita. Betapa mirisnya gue liat di berita orang-orang di Surabaya sana lagi ngantri panjang banget cuma buat dapet air bersih. Padahal jumlah air bersih yang di dapetnya pun gak seberapa, menurut yang di sampaikan sih cuma 1 liter buat masing-masing yang ngantri, karena harus bagi-bagi sama yang lain. Mereka juga harus beli air minum kemasan buat minum dan kebutuhan konsumsi.

    Ada lagi berita tentang sepasang kakek-nenek juru kunci makam, yang mereka rela berkurban satu-satunya sapi yang mereka punya, yang mereka dapetinnya juga dari ngurusin sapi orang-orang.

    Sementara gue?

    Mau mandi tinggal nyalain shower, dan tanpa pikir panjang gue mandi setengah jam dengan shower nyala terus. Bisa lo bayangin berapa banyak air yang terbuang percuma. Padahal, berbanding terbalik dengan gue, diluar sana ada banyak banget manusia-manusia kurang beruntung, yang mau mandi aja harus ngantri panjang dulu.

    Mau makan daging sapi tinggal minta dimasakin ke nyokap. Gue gak perlu kerja banting tulang ngurusin sapi orang buat dapet seekor sapi yang ujungnya dikurbanin.

    Gue jadi sadar kalau selama ini gue selalu liat ke atas. Gimana temen-temen gue─yang notabene orang-orang berada─bisa beli baju bermerk lah, gimana artis-artis instagram bisa punya gadget canggih lah, atau mobil mewah, atau tas merk luar negeri. Padahal kalau gue mau liat kebawah, ngintip aja deh gausah liat, masih banyak orang-orang di luar sana yang jangankan beli baju bagus, dapet uang buat makan aja mereka udah bersyukur banget.

    Tuh, Cha, sekali-kali ngintip yang dibawah makanya.


    Continue Reading


    "..."


    *mikir kata sapaan yang pas buat readers blog gue*
    *ga kepikiran apa-apa*
    *buang waktu percuma*

    Akhirnya

    HELLO FELLAS!
    Duh.
    Intro yg gak bgt.

    Blame the holiday for making me post new blog entry for 4 days in a row.

    Jadi gini, hari ini gue mau cerita tentang diri gue yang berkecimpung di dunia perblogan dan asal-usul chaos blog ini. Sebenernya ini gak perlu dan ga penting-penting amat buat di informasikan. Tapi... yaudahlah ya, blog-blog gue suka-suka gue mau ngepost apaan.

    Eh tapi kan yang baca orang.

    Eh tapi kan di dunia ini selalu tersedia pilihan, kalo lo gak suka, ngapain lo ada disini. Itu di kanan atas ada tanda cross, atau kalo lo buka dari smartphone lo selalu ada back atau home button, jadi gak ribet kan kalo ga mau baca. Tinggal pencet tombol-tombol yang sudah gue sebutkan diatas. Finish. Kelar urusan lo dan blog ini.

    Ekhm...

    Gue mulai ya sesi dongeng ini....

    Gue sebernernya.....batman

    Tapi boong
    ((sumpah ya, lo bertele-tele abis, mau nyeritain asal usul blog doang aja, ga penting.))

    Ehehe. Santai dong. Intro dulu coy. Gak asyik kalo langsung to the point.

    Jadi,
    Gue sebenernya udah berkenalan dengan blog semenjak piyik dan udah mulai coba-coba bikin blog sejak jaman-jaman akhir esde/awal smp. Blog pertama yang gue bikin, asli gue lupa, yang gue inget absurd bgt sih, both isi dan desainnya. Ancur.

    Lantas setelah gagalnya diri gue membuat blog gue yang pertama, akhirnya gue berinisiatif membuat blog gue yang ke-dua, kalo gak salah sih itu blog gue kasih judul "apa ya, apa dong". Yup, emang gue ga kreatif banget saudara-saudara. Sama layaknya dengan blog pertama gue, isi dari blog gue yang kedua 11-12 sama yang pertama. Alias. Gak jelas. Bgt. Asli.

    Blog ketiga yang gue inget gue bikin adalah "blogtastic" gue inget banget waktu itu abis baca novel saduran dari US yang tokoh utamanya bikin blog yg dinamain blogtastic. Terus ceritanya gue terinspirasi gitu. Bener-bener deh gue ga kreatif bgt. ((nyengir lebar)).

    Masih sama seperti blog-blog gue sebelumnya isi dari blogtastic ini masih amat sangat absurd, gak jelas. Mungkin emang pada dasarnya emang gue anaknya gak jelas kali ya?

    Anyway blog ketiga gue ini lumayan loh readersnya. Since waktu itu blog ini gue kumpulin juga sebagai tugas TIK di sekolah. Dan waktu itu guru TIK di SMP gue muji-muji blog gue gitu, karena emang saat itu blog gue desainnya 'beda' lah dari yang lain, dan gue masukin juga widget mp3 player disitu. Udah paling keren deh-at least saat itu, jadilah temen-temen kelas gue jadi readers blog gue, adek kelas juga ada yang baca sih waktu itu ((kayaknya)).

    Gak puas dengan blog ketiga, gue bikin blog lagi. Ya, lagi.

    Seriously?
    Yup. Seriously.

    Blog yang ke-4 ini gue namain "de javu" postingannya jelas lebih terarahlah dari blog-blog sebelumnya. Masih agak absurd sih tapi lebih berfaedah. 

    Desainnya juga gue buat lebih minimalis dan gak bikin sakit mata kaya blog-blog gue sebelumnya. Maklum di blog yg sebelumnya gue masih ABG labil. Dan hidup gue masih norak yang mana akhirnya tercermin lah ke desain blog gue yang warna dasarnya jingga full color saat itu. Nah, blog yang ke-4 ini gue bikin pas awal-awal masuk kuliah jadi desainnya 'aman'lah.

    Sayangnya blog ini terlalu personal buat gue luncurkan dan perkenalkan sebagai blog gue. Isinya bener-bener tentang isi hati gue yang paling dalamㅡwkwkwk lebay. Curhatan-curhatan dan puisi-puisi sok galau yang bahaya bangetlah kalo tersebar dan jatuh ke tangan yang salah. Menurunkan harkat martabat manusia. Maklum walaupun luarnya gue kaya "don't give a d*mn" tapi dalemnya gue sensitif abis. ((tapi ga se-sensitif itu sih wkwk))

    Jadilah gue bikin blog gue yang sekarang ini. A total chaos. Niatnya sih isinya mau sharing tentang foto-foto unyu dan petualangan-petualangan hidup gue yang agaknya sedikit kurang begitu seru, yah semoga saja pembaca blog gue bisa terhibur dengan adanya blog gue ini.

    ***

    Bonus: Q&A for this new blog

    1. Gimana sih awal terbentuknya Small Doses Chaos?
    Well, jadi, hari senin, 21 Agustus 2017 kemarin, gue bener-bener buntu kaya bingung mau ngapain gitu. Alhasil gue buka blog gue dan ngepost disitu, postingannya tentang passion gue selama ini gitu, kaya apa sih yang sebenerya gue suka dan segala macem tentang diri gue, nah disitu gue ujung-ujungnya mikir 'kenapa gue ga bikin blog yang bisa banyak orang baca ya?'. I mean, iya sih sebenernya blog gue yg terdahulu bisa dibaca orang banyak, tapi disitu gue prefer being an anonymous gitu lho. Nah di blog yg terbaru ini gak mau kaya gitu, gue mau bisa dengan pede menampilkan 'ini loh gue yang nulis blog ini'. ((Apa sih gue mulai ngaco deh))

    2. Oh, gitu. Lantas, kenapa gak maksimalin apa yang udah ada aja?
    Lah kan udah dibilangin di blog yang itu gue prefer jadi anonymous.Ngeyel amat dah dibilangin-_-

    3. Hahaha, maksudnya blog sebelumnya lagi, kan ada blogtastic? Kenapa ga pake blog itu?
    Karena....
    Gue ingin sesuatu yang fresh. Jujur ya gue seneng aja gitu ngutak-ngatik blog baru hehehe. Spiritnya masih dapet, masih semangat buat ngisi kekosongan. ((Halah, apa sih)). Jadilah gue bikin small doses chaos ini.

    4. Kenapa sih namanya Small Doses Chaos?
    Gini, kalo lo bisa buka isi kepala gue, lo akan bener-bener kaget, takjub dan terkesima.

    Kenapa?

    Karena isinya bener-bener chaos. Total disaster! Udah kaya kapal pecah. Amburadul. Nah seringnya apa yang ada di kepala keluar juga dan tercermin di kehidupan sehari-hari. Jadi, kenapa namanya Small Doses Chaos? Karena biar sinkron dengan apa yang ada di kepala.

    Dan lagi namanya bukan cuma small doses chaos tau! Tapi Small Doses Chaos: A Little Adventures in Everyday Life of a Loafing Brat. 

    Intinya sih arti dari judul blog gue ini adalah, hidup dan isi kepala gue tuh chaotic abis (small doses chaos), pengennya sih keliatan adventurous (dari judul A Little Adventures) tapi anaknya mageran (inti dari Life of a Loafing Brat) makanya hal-hal kecil buat orang bisa jadi semacam petualangan besar buat gue. Hehehehe...

    5. Last question for now, apa sih yang sebenernya pengen lo achieve dari blog lo ini?
    Hahahahha, nice question
    Apa ya?
    Mungkin,

    1. Gue ingin lebih mengembangkan bakat menulis gue ((kalau memang gue ada bakat)) dan hobi nulis gue.
    2. Gue juga ingin sedikit berbagi dan mempersilahkan orang sedikit mengintip kehidupan gue ((kalau memang ada yang tertarik, karena jujur sebenarnya menurut gue hidup gue ga semenarik itu wkwk))
    3. Mendokumentasikan sebagian hidup gue ((blog = online journal, isn't it nice to turn back the pages and remember moments in yourlife?))
    4. ??? Gatau ah males mikir.

    6. Eh, satu lagi deh, kali ini beneran last. Pesen buat readers lo?

    Ragu sih kalo ada yang baca wkwk. But. Siapa pun anda yang baca blog ini. Semoga anda menemukan apa yang anda cari, atau setidaknya terhibur dengan isi blog saya. Semoga blog saya dapat bermanfaat dan maaf kalau blog ini masih banyak kurangnya.

    Lastly, keep on reading! 
    ((Sok penting bgt sih gue wkwk))

    Salam chaos
    Khansakia





    P.s. selain blog-blog diatas, masih ada blog-blog gue lainnya yang entahlah bahkan hanya tuhan yang tahu ada berapa ((karena jujur gue sendiri lupa, yang jelas masih ada lagi selain yg sudah gue sebutkan diatas. Hehe)).
    Continue Reading
    Does anybody here know that I like Paramore?

    I bet none of you nodding.

    Well, it's not that I'm a big fan or something, but I always like their songs. Their songs are catchy I rather said, the kind of songs that make you want to dance all the way from the beginning trough the end. My favorites are Still into You, Ain't It Fun, and the most recent Fake Happy.

    Fake Happy is one of the songs from their newest album called "After Laughter" that came out May 2017. From what wikipedia said "and "Fake Happy", which will be released on August 29, 2017 as the third single.", so it's their third single and will be released on August 29.

    I just downloaded this song from iTunes yesterday, and fall in love completely with the tone and the lyrics. It has a pretty deep lyrics, gloomy and depressive I guess.

    The whole idea about the lyrics are just, blowing my mind. It makes me realize though, that life is that hard for several people. It's bitter and chaotic. But the more I think, the more I realize that we all have those side, the dark side of ourselves. We fake our smiles, let the world see that we are okay, though in fact we are not. ((why this paragraph is so depressing, lol)).

    What am I expecting, the title pretty much explains everything.

    Anyway, if you want to sing a long to this song, you can check the lyrics out down here ↓↓↓

    Image from Wikipedia

    Fake Happy

    I love making you believe
    What you get is what you see
    But I'm so, fake happy
    I feel so, fake happy
    And I bet everybody here
    Is just as insincere
    We're all so fake happy
    And I know fake happy

    So I've been doing a good job of making 'em think
    I'm quite alright, better hope I don't blink
    You see it's easy when I'm stomping on a beat
    But no one sees me when I crawl back underneath

    If I smile with my teeth
    Bet you believe me
    If I smile with my teeth
    I think I believe me

    Oh please don't ask me how I've been
    Don't make me play pretend
    Oh no, oh what's the use
    Oh please, I bet everybody here is fake happy too

    And if I go out tonight, dress up my fears
    You think I look alright with these mascara tears?
    See I'm gonna draw up my lipstick wider than my mouth
    And if the lights are low they'll never see me frown

    If I smile with my teeth
    Bet you believe me
    If I smile with my teeth
    I think I believe me

    Oh please don't ask me how I've been
    Don't make me play pretend
    Oh no, oh, oh what's the use
    Oh please, I bet everybody here is fake happy too

    I know I said that I was doing good and that I'm happy now
    I should've known when things were going good that's when I'd get knocked down

    Oh please, just don't ask me how I've been
    Don't make me play pretend
    Oh no, oh no, oh what's the use?
    Oh please, I bet everybody here is fake happy too
    Oh please
    Oh please
    Oh please, I bet everybody here is fake happy too


    Continue Reading
    These 5 things are essentials, these 5 will always keep me ready for an adventures.

    1. My phone
    Cliché, I know, but there's so much I can do with my phone, even when I have no internet connection. For examples, taking pictures, listening to music, playing games, even writing! Anywhere I go, I always bring my phone―who doesn't? lol, but my reason for bring my phone is because it's light and I can take a decent picture to capture any precious moments while I do some adventures.



    2. My wallet
    I have a pretty small wallet, but I can always achieve more with less. I have my cash there, and a lot of card―some I didn't found useful but I put them there in my wallet anyway.



    3. A Good Book
    When I want to travel and going through an adventures without even trying, I always open my book. I read Kafka on The Shore by Haruki Murakami recently, stuck in chapter 4―still a long way to go!




    4. My Watch
    Since I always find myself lost track of time so I find watch is a very essential thing to have! And of course it should be light enough so it wont bug me.




    5. An Instax Camera
    I always love to take pictures! I crave for polaroid camera since I can't even remember when! On late 2015 I finally bought my own Instax camera, it's not a polaroid but at least it's close enough, lol.
    What I love the most about this camera is the feeling when you hit the shutter button and the film came out, revealing the picture you've taken, the pictures sometimes different from what you expected, but that's the beauty of having such camera :)))


    This way, I am ready for next adventure!
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Chaos Writer

    Chaos Writer
    Here I am, the writer of 'small doses chaos'. Please fasten the seatbelt and enjoy this rollercoaster of the loafing brat's life.

    Also Me

    • facebook
    • twitter
    • instagram

    Popular Posts

    • She
      She often asks and wonders who actually she is. For she always act different, depend of the person she interact with. She always q...
    • Kemana saja 4 bulan?
      source: pinterest Oh wow, sudah terhitung 4 bulan sejak terakhir saya menulis. Sebuah pencapaian luar biasa, resolusi saya gagal dija...
    • Keluh Kesah KK
      Dear whoever you are, thanks for reading this not-so-important blog content. Seriously, sekarang ini gue hanya akan mengeluh lagi. Eitss...
    • Pluviophile
      Prolog Hujan adalah nyanyian alam paling indah. Setidaknya untuk gadis yang termangu di balik jendela itu. Manik matanya mengikuti b...
    • Palu Tanaku Potove
      Akhir minggu, minggu ke-tiga bulan September gue dapat kesempatan ke Palu, sebuah kota di Sulawesi Tengah. Bukan untuk liburan, melainkan u...

    Labels

    Adventure of a Loafing Brat Daily Chaos Fashion Gallery poems Random Story Try this!

    Blog Archive

    • ►  2023 (1)
      • ►  January 2023 (1)
    • ►  2021 (3)
      • ►  June 2021 (1)
      • ►  May 2021 (2)
    • ►  2020 (6)
      • ►  July 2020 (1)
      • ►  June 2020 (2)
      • ►  May 2020 (3)
    • ►  2019 (2)
      • ►  December 2019 (1)
      • ►  November 2019 (1)
    • ►  2018 (5)
      • ►  September 2018 (1)
      • ►  June 2018 (1)
      • ►  May 2018 (1)
      • ►  April 2018 (2)
    • ▼  2017 (16)
      • ▼  December 2017 (1)
        • Pluviophile
      • ►  November 2017 (2)
        • Berhenti Menulis
        • isn't it her fault?
      • ►  October 2017 (4)
        • #RandomSht
        • Mbak-mbak Iket Satu
        • Sudah, syukuri saja.
        • Palu Tanaku Potove
      • ►  September 2017 (3)
        • She had enough.
        • Monthly Lookbook: August - September
        • Something to Think About
      • ►  August 2017 (6)
        • Keangkuhan Si Chaos Writer
        • Special Post: Small Doses Introduction
        • Fake Happy
        • Gear to Adventure
    facebook Twitter instagram

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top